
Banyak pelaku usaha dan profesional sering merasa bingung ketika mendengar istilah ekstensifikasi dan intensifikasi pajak. Kedua istilah ini memang terdengar teknis, namun sesungguhnya menjadi inti dari strategi pemerintah dalam memperkuat penerimaan negara.
Ketidaktahuan terhadap dua konsep ini sering membuat wajib pajak kurang memahami arah kebijakan fiskal dan berpotensi kehilangan peluang untuk mengelola kewajiban pajaknya secara efisien.
Bayangkan seorang pelaku usaha yang taat pajak namun merasa beban administrasinya semakin meningkat setiap tahun. Di sisi lain, ada individu atau badan usaha lain yang belum terdaftar sebagai wajib pajak padahal memiliki omzet besar.
Ketimpangan inilah yang ingin diatasi melalui dua strategi utama Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025: ekstensifikasi dan intensifikasi pajak.
Latar Belakang Kebijakan Pajak dalam RKP 2025
Dalam RKP 2025, pemerintah menargetkan rasio perpajakan mencapai lebih dari 10% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini menunjukkan ambisi besar dalam memperkuat kemandirian fiskal nasional.
Namun, untuk mencapainya, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan peningkatan tarif, melainkan harus memperluas dan mengoptimalkan basis pajak secara strategis.
Upaya tersebut diwujudkan melalui dua pendekatan yang saling melengkapi, yakni ekstensifikasi (menambah jumlah wajib pajak) dan intensifikasi (meningkatkan kualitas kepatuhan wajib pajak yang sudah ada).
Dua strategi ini tidak dapat berjalan sendiri, karena satu fokus pada jumlah, sementara yang lain berfokus pada kedalaman kepatuhan.
Apa yang Dimaksud dengan Ekstensifikasi Pajak?
Ekstensifikasi pajak merupakan langkah pemerintah untuk memperluas jangkauan wajib pajak, baik individu maupun badan usaha. Tujuannya adalah memastikan bahwa setiap pihak yang sudah memenuhi kriteria objektif dan subjektif perpajakan benar-benar masuk dalam sistem administrasi pajak nasional.
Bentuk-Bentuk Ekstensifikasi Pajak
- Pendaftaran Wajib Pajak Baru – Mendorong individu atau badan yang belum memiliki NPWP untuk mendaftar melalui sistem online DJP.
- Pemutakhiran Data Potensi Pajak – Menggunakan data dari lembaga keuangan, instansi pemerintah daerah, dan pelaku usaha digital untuk mengidentifikasi potensi wajib pajak baru.
- Peningkatan Kerja Sama Antarinstansi – DJP bekerja sama dengan kementerian dan lembaga lain seperti OJK, BPS, dan Kemenperin untuk mendapatkan data lintas sektor.
- Pendekatan Persuasif dan Sosialisasi – Melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya kepemilikan NPWP dan pelaporan pajak.
Contoh Penerapan Ekstensifikasi
Contoh sederhana, seorang desainer grafis freelance dengan penghasilan sekitar Rp15 juta per bulan belum memiliki NPWP. Berdasarkan data transaksi e-commerce dan rekening bank, sistem perpajakan mendeteksi aktivitas ekonominya. DJP kemudian mengirimkan surat pemberitahuan agar yang bersangkutan segera mendaftar NPWP. Dengan demikian, satu wajib pajak baru berhasil masuk ke dalam sistem.
Memahami Konsep Intensifikasi Pajak
Sementara itu, intensifikasi pajak merupakan upaya peningkatan penerimaan pajak dari wajib pajak yang telah terdaftar. Fokusnya bukan lagi memperbanyak jumlah, melainkan memastikan bahwa setiap wajib pajak membayar sesuai kewajiban sebenarnya.
Langkah-Langkah dalam Intensifikasi Pajak
- Analisis Kepatuhan – Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaporan pajak agar lebih tepat waktu dan akurat.
- Audit dan Pemeriksaan Data – Menguji kesesuaian antara laporan keuangan dengan data eksternal seperti catatan perbankan atau transaksi ekspor-impor.
- Pemanfaatan Teknologi Digital – Core tax system yang baru dikembangkan memungkinkan DJP untuk mengintegrasikan berbagai sumber data dan menganalisisnya secara otomatis.
- Kebijakan Transparansi dan Pelaporan Aset – Melalui program pengungkapan sukarela, wajib pajak diberi kesempatan untuk memperbaiki pelaporan pajaknya.
Contoh Kasus Intensifikasi Pajak
Sebuah perusahaan jasa konstruksi melaporkan laba bersih Rp2 miliar per tahun. Namun, hasil analisis data menunjukkan perusahaan tersebut memiliki proyek senilai Rp10 miliar yang tidak tercatat di laporan resmi. Setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan selisih pajak terutang yang harus dibayar. Dari proses ini, penerimaan pajak dapat ditingkatkan tanpa menambah wajib pajak baru.
Perbandingan Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak
Agar lebih mudah dipahami, berikut perbedaan antara keduanya:
| Aspek | Ekstensifikasi Pajak | Intensifikasi Pajak |
|---|---|---|
| Fokus | Menambah wajib pajak baru | Meningkatkan kepatuhan wajib pajak aktif |
| Tujuan | Memperluas basis penerimaan pajak | Mengoptimalkan penerimaan yang sudah ada |
| Strategi | Registrasi NPWP baru, sinkronisasi data, edukasi pajak | Audit, pemanfaatan data digital, integrasi sistem |
| Sasaran | Individu dan badan usaha yang belum terdaftar | Wajib pajak aktif yang sudah terdaftar |
| Pendekatan | Ekspansi administratif | Pendalaman analisis dan kontrol data |
Keduanya saling melengkapi. Tanpa ekstensifikasi, penerimaan negara sulit tumbuh karena basisnya sempit. Tanpa intensifikasi, potensi penerimaan yang sudah ada akan bocor akibat ketidakpatuhan.
Tantangan dalam Pelaksanaan Kebijakan Pajak
Implementasi ekstensifikasi dan intensifikasi tidak lepas dari berbagai kendala di lapangan. Beberapa tantangan utama meliputi:
- Rendahnya literasi perpajakan di kalangan masyarakat.
- Kurangnya transparansi data keuangan, terutama dari sektor informal dan digital.
- Ketidaksesuaian data antarinstansi, yang menghambat validasi potensi wajib pajak.
- Keterbatasan sumber daya manusia pajak dalam pengawasan dan audit.
Namun, pemerintah terus mendorong perbaikan melalui sistem digitalisasi pajak, pelatihan aparatur, serta peningkatan kolaborasi dengan pihak swasta.
Strategi Pemerintah dalam RKP 2025
Untuk memastikan keberhasilan kebijakan ini, RKP 2025 menitikberatkan pada penguatan data dan integrasi sistem perpajakan nasional. Beberapa strategi utama antara lain:
- Peningkatan Akurasi Data Wajib Pajak melalui pemanfaatan data keuangan dan transaksi digital.
- Digitalisasi Proses Perpajakan, termasuk penerapan e-faktur, e-SPT, dan core tax system.
- Peningkatan Kepatuhan Sukarela, melalui pendekatan persuasif dan edukatif terhadap masyarakat.
- Penyederhanaan Regulasi Pajak agar pelaku usaha lebih mudah memahami dan melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Contoh Perhitungan Pajak dalam Konteks Intensifikasi
Misalkan seorang pengusaha toko ritel memiliki omzet Rp2,4 miliar per tahun dengan biaya operasional Rp1 miliar. Laba kena pajak yang dihasilkan adalah Rp1,4 miliar. Dengan tarif PPh Badan 22%, pajak yang harus dibayarkan adalah Rp308 juta. Namun, jika laporan yang disampaikan hanya menunjukkan omzet Rp1,6 miliar, maka potensi pajak yang hilang bisa mencapai lebih dari Rp170 juta. Melalui intensifikasi dan audit, kesenjangan inilah yang diharapkan dapat tertutup.
Dampak bagi Pelaku Usaha dan Profesional
Bagi pelaku usaha dan profesional, kebijakan ini menuntut kedisiplinan administrasi yang lebih tinggi. Pelaporan pajak harus transparan, akurat, dan tepat waktu. Di sisi lain, bagi mereka yang baru memulai usaha, ekstensifikasi memberikan kesempatan untuk menjadi bagian dari sistem pajak nasional yang lebih tertata.
Pada tahap ini, peran konsultan pajak sangat penting. Mereka membantu wajib pajak dalam memahami regulasi, menghitung beban pajak secara efisien, dan memastikan kepatuhan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Jika Anda mencari pendamping profesional, TTC menyediakan layanan perhitungan dan pendampingan laporan pajak yang terintegrasi, akurat, dan sesuai dengan ketentuan terkini. Dengan bantuan ahli, Anda dapat mengelola kewajiban pajak tanpa mengorbankan fokus bisnis utama Anda.
Tips Praktis untuk Wajib Pajak
Agar dapat beradaptasi dengan kebijakan pajak 2025, berikut beberapa langkah yang dapat diterapkan:
- Perbarui data keuangan dan administrasi usaha secara berkala agar laporan pajak lebih akurat.
- Gunakan aplikasi atau software akuntansi untuk mencatat setiap transaksi dengan rapi.
- Konsultasikan laporan pajak Anda dengan profesional untuk menghindari kesalahan yang dapat menimbulkan sanksi.
- Ikuti sosialisasi pajak dan pelatihan yang diadakan DJP atau lembaga konsultan terpercaya.
- Bangun budaya kepatuhan sejak dini, karena pengawasan digital akan semakin ketat di masa depan.
Baca juga: Efek Kenaikan PTKP untuk Buruh & Ekonomi Indonesia