
Bayangkan Anda sedang menyusun SPT Masa PPN dengan penuh konsentrasi, semua data sudah diperiksa berulang kali, namun tiba-tiba muncul angka DPP dan PPN yang terasa tidak sesuai.
Data tersebut bukan berasal dari transaksi Anda, tetapi otomatis muncul di kolom pemungutan PPN. Situasi seperti ini bukan hanya membingungkan, tetapi juga bisa menimbulkan kesalahan fatal jika tidak segera ditangani dengan benar.
Fenomena ini paling sering terjadi ketika ada faktur pajak berawalan kode 02 atau 03. Banyak Pengusaha Kena Pajak (PKP), terutama yang baru pertama kali menghadapi kasus ini, merasa ragu bagaimana menindaklanjutinya.
Supaya lebih jelas, mari kita ulas tuntas dari sisi penyebab, dampak, hingga strategi mengatasinya.
Memahami Peran Kode Faktur Pajak Khusus
Setiap kode pada faktur pajak memiliki arti yang sangat spesifik. Kode bukan sekadar angka identifikasi, melainkan penanda perlakuan pajak yang berlaku. Khusus untuk kode 02 dan 03, perlakuan administrasi berbeda dengan transaksi biasa.
- Kode 02: Menunjukkan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) kepada instansi pemerintah. Dalam hal ini, instansi pemerintah bertindak sebagai pemungut PPN.
- Kode 03: Digunakan jika transaksi dilakukan dengan pihak pemungut selain instansi pemerintah, misalnya BUMN, kontraktor migas, atau badan tertentu yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan.
Dengan kata lain, faktur kode 02 dan 03 tidak memposisikan penjual sebagai pihak yang memungut PPN. Sebaliknya, pembeli yang berstatus pemungut PPN lah yang berkewajiban menyetor pajak.
Mengapa Data Kode 02 dan 03 Muncul Otomatis?
Sistem administrasi pajak modern yang dikelola DJP, yaitu Coretax, dirancang untuk menarik data transaksi secara real-time. Ketika Anda menerima faktur masukan berkode 02 atau 03, sistem akan otomatis menampilkan nilainya pada bagian pemungutan oleh pemungut. Inilah alasan banyak PKP sering terkejut melihat data baru padahal merasa tidak pernah mencatat transaksi tersebut.
Bagi PKP yang tidak terbiasa, kondisi ini rawan memunculkan kesalahan input maupun salah tafsir dalam pelaporan SPT. Terlebih, tidak semua staf akuntansi memahami logika di balik otomatisasi sistem Coretax.
Risiko yang Bisa Timbul
Mengabaikan perbedaan kode faktur bukanlah pilihan bijak. Ada beberapa risiko serius yang dapat menimpa baik penjual maupun pembeli jika kesalahan tidak segera diperbaiki.
- Faktur dianggap tidak sah oleh DJP apabila tidak sesuai ketentuan kode.
- PPN tidak dapat dikreditkan oleh pembeli, sehingga mengurangi hak pengurangan pajak keluaran.
- Sanksi administrasi dapat dikenakan pada penjual jika kode yang diterbitkan tidak tepat.
- SPT Masa PPN tidak valid, sehingga dapat memicu surat klarifikasi atau bahkan pemeriksaan pajak.
Langkah-langkah Mengatasi Masalah Faktur Kode 02/03
Supaya tidak salah langkah, berikut panduan praktis yang dapat diterapkan saat menghadapi faktur 02 atau 03 yang muncul otomatis di SPT PPN.
1. Identifikasi Faktur di Sistem
Segera buka daftar faktur pada Coretax dan periksa kode yang muncul. Tandai faktur bermasalah agar tidak langsung terbawa ke proses pelaporan. Fitur “Tandai Tidak Valid” dapat membantu menyaring data yang tidak seharusnya Anda kreditkan.
2. Klarifikasi dengan Pihak Penjual
Jika kode yang digunakan tidak sesuai, komunikasikan kepada lawan transaksi untuk menerbitkan faktur pengganti. Misalnya, apabila seharusnya menggunakan kode 04 atau 05, mintalah revisi secepatnya. Pastikan seluruh dokumen pengganti sesuai aturan terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak.
3. Lakukan Pembetulan SPT
Apabila faktur salah sudah terlanjur masuk laporan:
- Jika belum dibayar, tunggu kode billing hangus lalu ajukan pembetulan setelah faktur pengganti terbit.
- Jika sudah dibayar, buat pembetulan SPT dengan mencantumkan faktur pengganti. Sistem akan otomatis menyesuaikan saldo.
4. Catat Sebagai Pajak Masukan Tidak Dapat Dikreditkan
Dalam situasi tertentu, pembeli bisa memilih untuk tidak mengkreditkan faktur. Caranya adalah mencatat pada lampiran yang sesuai agar pelaporan tetap rapi dan sesuai regulasi.
Contoh Simulasi Perhitungan
Misalkan sebuah perusahaan konstruksi menerbitkan faktur senilai Rp500.000.000 dengan kode 03 kepada sebuah BUMN. PPN sebesar 11% = Rp55.000.000 seharusnya dipungut langsung oleh BUMN tersebut.
Jika penjual keliru menggunakan kode faktur biasa (misalnya 010), maka sistem akan menampilkan Rp55.000.000 di laporan pembeli non-pemungut. Dalam hal ini, pembeli tidak boleh mengkreditkan PPN tersebut. Jalan keluarnya adalah meminta penjual membuat faktur pengganti dengan kode 03 yang benar.
Dampak bagi Penjual & Pembeli
Perbedaan kode faktur memiliki konsekuensi administratif bagi kedua belah pihak. Inilah alasan pentingnya memahami setiap detail:
- Bagi Penjual: Wajib mencatat transaksi pada bagian penyerahan yang dipungut oleh pemungut PPN, tanpa melakukan pemungutan sendiri.
- Bagi Pembeli: Faktur akan muncul otomatis di sistem sebagai Approved, namun keputusan ada di pembeli apakah akan mengkreditkan atau menolak. Kesalahan pengkreditan bisa berakibat pada koreksi saat pemeriksaan.
Bagi banyak pelaku usaha, terutama UKM, mengurus administrasi perpajakan hingga level teknis seperti ini bisa menyita waktu dan energi. Ada baiknya Anda bekerja sama dengan profesional. Melalui dukungan TTC sebagai konsultan pajak untuk bisnis dan UKM, Anda bisa lebih fokus bisnis tanpa khawatir salah langkah administrasi. Pendampingan ahli akan memastikan laporan SPT Anda sesuai aturan, sekaligus memberi strategi agar efisiensi pajak tetap terjaga.
Tips Praktis untuk Menghindari Kesalahan Kode Faktur
Untuk mencegah masalah serupa terulang, beberapa langkah preventif bisa diterapkan di internal perusahaan:
- Selalu periksa lampiran B2 dan B3 sebelum mengirimkan SPT.
- Pastikan staf akuntansi dilatih memahami kode faktur khusus.
- Buat SOP internal tentang cara menangani faktur berkode 02 dan 03.
- Simpan komunikasi dengan lawan transaksi agar mudah menelusuri jika ada perbedaan kode.
- Gunakan sistem akuntansi yang terintegrasi dengan e-Faktur untuk meminimalkan human error.
Baca juga: Penerapan Faktur Pajak Gabungan Berdasarkan PER-11/PJ/2025