Aturan Penetapan KPP Menurut PER-17/2025

Penentuan lokasi terdaftarnya wajib pajak di Indonesia kerap menjadi sumber kebingungan. Sering kali, lokasi kegiatan usaha tidak sejalan dengan KPP yang seharusnya menangani administrasinya.

Akibatnya, proses administrasi menjadi berbelit dan komunikasi dengan otoritas pajak berjalan tidak efisien. Situasi ini diperparah ketika skala usaha berkembang, namun status terdaftar wajib pajak belum menyesuaikan dengan kategori KPP yang seharusnya.

Sebagai respon terhadap kompleksitas tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2025.

Aturan ini tersebut membawa pembaruan penting dalam sistem penentuan tempat terdaftar wajib pajak, baik untuk orang pribadi maupun badan usaha. Mulai berlaku pada 1 September 2025, ketentuan ini menjadi dasar baru yang menggantikan aturan sebelumnya dan menyesuaikan dengan dinamika bisnis nasional.

Latar Belakang Penetapan PER-17/2025

Dalam konteks administrasi modern, sistem perpajakan dituntut untuk mampu mengenali karakteristik wajib pajak secara lebih akurat. PER-17/2025 hadir untuk memperbaiki ketidakefisienan yang selama ini muncul akibat penempatan wajib pajak pada KPP yang kurang sesuai.

Tujuannya bukan semata administratif, melainkan juga strategis; yakni memastikan bahwa pengawasan dan pelayanan pajak dilakukan secara proporsional sesuai kapasitas ekonomi wajib pajak.

Selain itu, penerapan peraturan ini juga menjadi bagian dari reformasi birokrasi yang lebih luas. DJP berupaya menciptakan tata kelola yang transparan dan terintegrasi, di mana setiap wajib pajak akan ditangani oleh KPP yang memiliki keahlian dan kapasitas yang sesuai dengan profilnya.

Siapa yang Dapat Ditetapkan Tempat Terdaftarnya?

Berdasarkan PER-17/2025, penetapan tempat terdaftar dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk tiga kategori utama:

  1. Wajib pajak tertentu yang dianggap strategis atau berpotensi besar dalam kontribusi penerimaan negara.
  2. Wajib pajak orang pribadi atau badan yang tidak memenuhi persyaratan subjektif sebagai subjek pajak dalam negeri.
  3. Pihak yang bukan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Penetapan ini tidak dilakukan secara acak, melainkan dengan mempertimbangkan berbagai indikator seperti peredaran usaha, aset, nilai ekuitas, klasifikasi lapangan usaha, serta struktur kepemilikan.

Kriteria yang Digunakan DJP dalam Penetapan KPP

Untuk menentukan tempat terdaftar yang paling tepat, DJP menggunakan serangkaian kriteria evaluatif. Setiap wajib pajak akan dianalisis berdasarkan beberapa faktor berikut:

  • Skala usaha dan peredaran bruto tahunan.
  • Jumlah pajak terutang dan tingkat kepatuhan pelaporan.
  • Nilai aset, kewajiban, dan modal sendiri.
  • Lokasi kegiatan usaha dan kedudukan hukum.
  • Klasifikasi lapangan usaha (KLU) sesuai standar yang ditetapkan.
  • Kewarganegaraan dan struktur kepemilikan manfaat (beneficial ownership).

Dengan parameter ini, DJP dapat mengelompokkan wajib pajak ke dalam KPP yang paling sesuai, baik di tingkat besar, khusus, maupun madya.

Jenis Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Menurut PER-17/2025

Dalam PER-17/2025, DJP membedakan tiga jenis KPP yang menjadi lokasi tempat terdaftar wajib pajak:

1. KPP Wajib Pajak Besar

KPP ini menangani badan usaha berskala besar, termasuk sektor strategis seperti pertambangan, energi, jasa keuangan, dan BUMN. Karakteristik utama KPP ini adalah kapasitas pelayanan dan pengawasan terhadap wajib pajak dengan transaksi bernilai tinggi serta kompleksitas usaha lintas sektor.

2. KPP Khusus

Jenis KPP ini difokuskan untuk kelompok wajib pajak yang memiliki karakter unik, seperti Penanaman Modal Asing (PMA), perusahaan publik yang terdaftar di bursa efek, badan dan orang asing, serta industri minyak dan gas bumi. Keberadaan KPP Khusus memungkinkan DJP memberikan pendekatan yang lebih spesifik dan sesuai dengan sektor usaha yang dijalankan.

3. KPP Madya

KPP Madya diperuntukkan bagi wajib pajak menengah dengan peredaran usaha signifikan di tingkat regional. Kantor ini menjadi jembatan antara KPP Pratama dan KPP Besar, dengan tujuan memastikan wajib pajak menengah mendapatkan pengawasan dan pelayanan yang proporsional.

Mekanisme Penetapan dan Pemindahan Wajib Pajak

Proses penetapan tempat terdaftar dilakukan melalui keputusan resmi Direktur Jenderal Pajak. Apabila terdapat perubahan yang mengharuskan perpindahan KPP, DJP akan memberitahukan hal tersebut kepada wajib pajak melalui surat resmi paling lambat satu bulan sebelum tanggal efektif perpindahan.

Selanjutnya, KPP baru wajib menerbitkan dokumen administratif seperti:

  • Surat pindah wajib pajak,
  • Surat keterangan terdaftar (SKT), dan
  • Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) baru.

Seluruh dokumen tersebut harus diterbitkan maksimal satu hari kerja setelah wajib pajak resmi terdaftar di KPP baru. Prosedur ini dibuat agar tidak mengganggu kegiatan bisnis wajib pajak yang sedang berjalan.

Contoh Ilustratif

Misalnya, PT Nusantara Energi memiliki peredaran usaha Rp1,2 triliun per tahun dan bergerak di sektor jasa penunjang pertambangan. Berdasarkan evaluasi, DJP menetapkan perusahaan ini untuk berpindah dari KPP Pratama Sleman ke KPP Wajib Pajak Besar Dua. Pemindahan ini dilakukan karena skala usaha dan karakteristik kegiatan telah memenuhi kriteria wajib pajak besar.

Evaluasi dan Penyesuaian Berkala

DJP memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi berkala terhadap status penetapan tempat terdaftar. Jika terjadi perubahan signifikan dalam struktur usaha, nilai aset, atau kepemilikan, maka DJP dapat memindahkan tempat terdaftar ke KPP lain yang lebih relevan. Proses ini bersifat dinamis agar administrasi perpajakan tetap selaras dengan kondisi riil dunia usaha.

Manfaat Penerapan PER-17/2025

Penerapan aturan baru ini memberikan sejumlah manfaat strategis, baik bagi DJP maupun wajib pajak, di antaranya:

  • Pelayanan lebih cepat dan tepat sasaran.
  • Pengawasan yang lebih terfokus terhadap wajib pajak strategis.
  • Kemudahan koordinasi antar-KPP untuk wajib pajak yang memiliki cabang di berbagai wilayah.
  • Kepastian hukum dan administrasi yang lebih kuat dalam proses perpindahan tempat terdaftar.

Selain manfaat administratif, PER-17/2025 juga memperkuat posisi DJP dalam mendukung modernisasi sistem perpajakan nasional. Dengan adanya pembagian fungsi KPP yang lebih jelas, diharapkan potensi penerimaan pajak dapat dioptimalkan secara berkelanjutan.

Tips Praktis untuk Wajib Pajak Menghadapi Penetapan Baru

Agar transisi ke sistem penetapan tempat terdaftar baru berjalan lancar, wajib pajak disarankan untuk:

  1. Melakukan evaluasi internal terhadap profil usaha, nilai aset, dan kepatuhan pajak terkini.
  2. Menyiapkan dokumen administratif seperti laporan keuangan, akta pendirian, dan bukti pembayaran pajak.
  3. Mengupdate data domisili dan cabang usaha pada sistem DJP Online.
  4. Konsultasikan perubahan struktur usaha kepada konsultan pajak berpengalaman agar proses penetapan tidak menimbulkan kendala administratif.

Bagi wajib pajak yang berdomisili di area Yogyakarta dan sekitarnya, kehadiran Trust Tax Consultant sebagai salah satu pemilik kantor konsultan pajak terdekat di area tersebut dapat menjadi solusi profesional dalam menghadapi proses perpajakan.

Dengan pengalaman luas dalam menangani berbagai jenis wajib pajak dan pemahaman yang mendalam terhadap regulasi terbaru, tim ahli ini siap memberikan pendampingan mulai dari tahap registrasi, evaluasi, hingga penetapan secara menyeluruh dengan layanan yang efektif, akurat, dan efisien.

Melalui PER-17/2025, sistem penetapan tempat terdaftar wajib pajak mengalami pembaruan mendasar. Kebijakan ini tidak hanya menyentuh aspek administratif, tetapi juga membawa perubahan pada cara DJP mengenali dan mengelola data wajib pajak secara lebih terukur dan profesional.

Dengan memahami ketentuan ini secara komprehensif, wajib pajak dapat mengantisipasi setiap perubahan dan menjaga kepatuhan perpajakan secara optimal.

Baca juga: 5 Kesalahan Umum dalam TP Doc yang Memicu Sanksi Pajak

Scroll to Top