
Banyak Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri beranggapan bahwa perpindahan ke negara lain otomatis membebaskan mereka dari kewajiban pajak di Indonesia. Padahal, kenyataannya tidak sesederhana itu. Tidak sedikit pekerja migran yang akhirnya menghadapi masalah administratif, denda, atau bahkan sengketa hukum karena keliru memahami status perpajakan mereka.
Bayangkan Anda sudah bertahun-tahun bekerja keras di luar negeri, namun tiba-tiba menerima pemberitahuan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengenai kewajiban yang belum terpenuhi. Situasi ini tentu menimbulkan kebingungan sekaligus kekhawatiran. Untuk menghindari hal tersebut, pemahaman menyeluruh tentang aturan Pajak Penghasilan (PPh) bagi pekerja luar negeri sangatlah penting.
Mengapa Pekerja Luar Negeri Masih Bisa Kena Pajak?
Bekerja di luar negeri tidak otomatis menghapus kewajiban pajak di Indonesia. Kunci utamanya terletak pada status subjek pajak seseorang. Dalam hukum perpajakan Indonesia, terdapat dua kategori utama:
- Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) – Wajib membayar PPh atas penghasilan dari dalam maupun luar negeri.
- Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) – Hanya membayar pajak untuk penghasilan yang bersumber dari Indonesia.
Kesalahan umum yang sering terjadi adalah pekerja migran mengira bahwa selama menerima gaji dari perusahaan asing, kewajiban di Indonesia otomatis hilang. Padahal, status pajak ditentukan oleh kriteria tertentu, bukan semata lokasi bekerja.
Kriteria Penentuan Status Pajak
Agar lebih jelas, mari kita uraikan beberapa indikator yang dipakai pemerintah untuk menentukan status wajib pajak:
- Tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam periode 12 bulan.
- Memiliki rumah atau tempat tinggal tetap di Indonesia.
- Pusat kepentingan keluarga masih berada di Indonesia.
- Aktivitas ekonomi utama masih terikat dengan Indonesia.
Apabila salah satu kriteria tersebut terpenuhi, maka seseorang tetap dianggap sebagai SPDN dan otomatis berkewajiban melaporkan serta membayar PPh.
Ilustrasi Penghitungan PPh bagi Pekerja Luar Negeri
Sebagai gambaran, mari kita gunakan contoh sederhana. Seorang WNI bekerja di Singapura dengan gaji Rp20 juta per bulan atau Rp240 juta per tahun. Statusnya menikah tanpa anak.
- Penghasilan Bruto: Rp240 juta setahun.
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk status menikah (K/0): Rp58,5 juta.
- Penghasilan Kena Pajak (PKP): Rp240 juta – Rp58,5 juta = Rp181,5 juta.
Perhitungan PPh progresif:
- Rp60 juta × 5% = Rp3 juta.
- Rp121,5 juta × 15% = Rp18,225 juta.
Total PPh terutang = Rp21,225 juta per tahun, atau sekitar Rp1,77 juta per bulan.
Jika perusahaan di luar negeri tidak melakukan pemotongan pajak sesuai aturan Indonesia, maka kewajiban setoran dan pelaporan ada pada individu itu sendiri.
Bagaimana Cara Menjadi SPLN Secara Resmi?
Untuk tidak lagi terikat kewajiban pajak di Indonesia atas penghasilan luar negeri, seseorang harus mendapatkan pengakuan resmi sebagai SPLN. Caranya antara lain:
- Tinggal lebih dari 183 hari di luar negeri dalam 12 bulan.
- Memiliki bukti tempat tinggal permanen di negara lain.
- Memindahkan pusat aktivitas ekonomi dan keluarga.
- Sudah terdaftar sebagai subjek pajak di negara tempat tinggal.
Permohonan perubahan status harus diajukan ke DJP dengan melampirkan dokumen pendukung seperti surat keterangan domisili pajak dari negara lain.
Hambatan yang Sering Dihadapi Pekerja Migran
Tidak sedikit pekerja Indonesia yang bingung mengurus pajak lintas negara. Beberapa kendala yang sering muncul antara lain:
- Tidak mengetahui perbedaan SPDN dan SPLN.
- Menganggap bekerja di luar negeri otomatis bebas pajak.
- Kesulitan akses e-filing atau e-billing dari luar negeri.
- Tidak memahami dokumen yang diperlukan untuk pengajuan SPLN.
- Belum memanfaatkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Pentingnya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Indonesia memiliki P3B dengan puluhan negara. Perjanjian ini dibuat untuk mencegah pekerja terkena pajak ganda, baik di Indonesia maupun di negara tempat mereka bekerja. Namun, pemanfaatan P3B tidak otomatis berlaku. Wajib pajak perlu mengajukan dokumen Certificate of Domicile (CoD) agar perlindungan ini bisa digunakan.
Saatnya Perlu Pendampingan Profesional!
Mengurus perpajakan lintas negara membutuhkan pengetahuan teknis dan pemahaman regulasi yang mendalam. Untuk itu, banyak pekerja memilih menggunakan jasa konsultan pajak. Dengan pendampingan ahli, proses penghitungan, pelaporan, hingga pengajuan status SPLN bisa berjalan lebih lancar dan aman.
Jika Anda saat ini sedang bekerja di luar negeri dan merasa kebingungan mengatur kewajiban pajak, jangan menunda lebih lama. Konsultasi dengan ahli berpengalaman adalah langkah tepat. Melalui layanan Trust Tax Consultant, sebuah kantor konsultasi pajak di Semarang, Anda bisa mendapatkan arahan profesional agar kewajiban perpajakan terpenuhi tanpa risiko sanksi administrasi yang merugikan.
Tips Strategis untuk Pekerja Luar Negeri
Agar terhindar dari masalah pajak di masa depan, pekerja WNI di luar negeri sebaiknya:
- Memastikan status pajaknya diakui secara resmi (SPDN atau SPLN).
- Menghitung kewajiban pajak sejak awal bekerja di luar negeri.
- Melaporkan SPT tahunan tepat waktu meskipun sedang berada di luar negeri.
- Memanfaatkan fasilitas P3B untuk menghindari pajak berganda.
- Menggunakan jasa konsultan pajak yang memahami aturan lintas negara.
Baca juga: Proses & Syarat Penerbitan SKJLN yang Cepat & Lancar