
Banyak karyawan di berbagai sektor kerja mulai bertanya-tanya saat mendengar isu bahwa penghasilan hingga Rp10 juta bisa bebas pajak. Sebagian menanggapinya dengan antusias, namun tidak sedikit yang merasa ragu dan ingin memastikan kebenaran informasi tersebut melalui penjelasan resmi.
Hal ini wajar muncul, karena kebijakan perpajakan di Indonesia memang memiliki detail yang perlu dipahami secara cermat, terutama bagi pekerja sektor tertentu.
Dalam praktiknya, kebijakan pembebasan pajak penghasilan bukanlah sesuatu yang berlaku otomatis untuk semua kalangan. Ada dasar hukum, syarat administratif, hingga prosedur yang harus dipenuhi agar fasilitas ini sah diterapkan.
Melalui artikel ini, kita akan membahas secara sistematis siapa yang berhak mendapatkan pembebasan pajak hingga Rp10 juta, bagaimana cara pengajuannya, serta langkah yang perlu ditempuh oleh perusahaan agar tidak salah dalam penerapan.
Mengapa Pemerintah Memberikan Fasilitas Bebas Pajak?
Kebijakan pembebasan pajak bukan sekadar strategi populis, melainkan bagian dari langkah fiskal pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah fluktuasi ekonomi.
Saat daya beli menurun, sektor padat karya dan pariwisata biasanya menjadi yang paling terdampak karena bergantung pada konsumsi publik. Oleh karena itu, pemerintah memberikan insentif berupa PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) agar pekerja dapat menerima gaji penuh tanpa potongan pajak bulanan.
Kebijakan ini berfokus pada dua sasaran utama:
- Meningkatkan kesejahteraan pekerja sektor padat karya, seperti tekstil, alas kaki, furnitur, dan industri kulit.
- Mendorong pemulihan pariwisata nasional, yang sempat tertekan akibat kondisi ekonomi global dan penurunan mobilitas masyarakat.
Dengan cara ini, stimulus pajak bukan hanya membantu individu, tetapi juga memperkuat daya saing industri nasional.
Sektor dan Pekerja yang Layak Mendapatkan Insentif
Salah satu kesalahan umum di lapangan adalah menganggap bahwa semua pekerja dengan gaji di bawah Rp10 juta otomatis bebas pajak. Faktanya, pembebasan ini hanya berlaku pada sektor tertentu dan bagi pekerja yang memenuhi kriteria administratif yang ditetapkan pemerintah.
Berikut sektor yang termasuk dalam kategori penerima fasilitas:
- Industri alas kaki dan kulit
- Tekstil dan pakaian jadi
- Furnitur dan kerajinan kayu
- Industri padat karya lainnya yang diakui oleh Kementerian Keuangan
- Sektor pariwisata (efektif sejak kuartal IV tahun 2025)
Sementara itu, dari sisi pekerja, ketentuannya dibedakan menjadi dua kelompok:
1. Pegawai Tetap
- Mempunyai Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terhubung dengan NPWP.
- Penghasilan bruto tidak lebih dari Rp10 juta per bulan.
- Tidak sedang menerima insentif pajak lain.
2. Pegawai Tidak Tetap
- Wajib memiliki NIK atau NPWP.
- Penghasilan harian maksimal Rp500 ribu atau total bulanan tidak melebihi Rp10 juta.
- Tidak mendapatkan fasilitas sejenis dari program insentif lainnya.
Dengan demikian, pekerja sektor perbankan, keuangan, dan layanan profesional tetap wajib membayar PPh 21 sesuai tarif umum, sekalipun penghasilannya masih di bawah Rp10 juta.
Langkah Perusahaan untuk Mendapatkan Fasilitas Pajak
Bagi perusahaan, penerapan insentif pajak ini bukan hal otomatis. Terdapat tahapan administratif yang wajib dipenuhi agar fasilitas pembebasan pajak sah digunakan. Berikut langkah-langkahnya:
- Masuk ke sistem DJP Online melalui situs resmi pajak.go.id.
- Akses menu Layanan → Info KSWP → Profil Pemenuhan Kewajiban Saya.
- Ajukan permohonan insentif sesuai format yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
- Tunggu konfirmasi dari KPP (Kantor Pelayanan Pajak) dalam bentuk surat persetujuan atau penolakan.
- Gunakan kode billing atau SSP khusus yang menandakan bahwa PPh 21 ditanggung pemerintah.
- Laporkan realisasi setiap bulan, termasuk daftar pegawai penerima insentif.
Jika prosedur ini tidak dilakukan dengan benar, perusahaan bisa kehilangan hak atas fasilitas tersebut, dan pekerja tetap akan dikenakan potongan pajak normal.
Contoh Perhitungan Fasilitas PPh 21 DTP
Agar lebih mudah dipahami, berikut ilustrasi sederhana. Misalkan seorang pegawai tetap di industri furnitur memiliki gaji Rp9,8 juta per bulan. Dalam kondisi normal, gaji tersebut akan dikenakan PPh 21 sesuai tarif progresif.
Namun karena pegawai tersebut bekerja di sektor padat karya dan memenuhi syarat administratif, maka potongan pajak ditanggung pemerintah. Dengan demikian, pegawai menerima gaji penuh Rp9,8 juta tanpa potongan bulanan. Sementara itu, perusahaan tetap wajib melaporkan besaran pajak yang ditanggung pemerintah melalui SPT Masa.
Sebaliknya, apabila pegawai dengan gaji sama bekerja di sektor teknologi informasi, maka ia tetap harus membayar pajak karena sektor tersebut tidak termasuk dalam daftar penerima fasilitas.
Administrasi dan Pemahaman Aturan
Kenyataannya, banyak perusahaan gagal memanfaatkan fasilitas ini bukan karena tidak memenuhi syarat sektor, tetapi karena kelalaian administratif. Masalah yang sering muncul di antaranya:
- NIK pegawai belum terhubung dengan NPWP.
- Data payroll tidak sinkron dengan sistem pelaporan pajak.
- Perusahaan terlambat melaporkan realisasi insentif.
- Kurangnya sosialisasi tentang tata cara permohonan PPh 21 DTP.
Masalah ini seringkali membuat perusahaan enggan mengurus fasilitas insentif, padahal manfaatnya sangat besar bagi kesejahteraan karyawan.
Pendampingan Profesional Pajak
Menghadapi kompleksitas peraturan pajak, banyak perusahaan kini memilih bekerja sama dengan konsultan pajak berpengalaman. Salah satu pilihan terbaik adalah Trust Tax Consultant, yang dikenal sebagai kantor konsultan pajak Surabaya dengan reputasi profesional dan kredibilitas tinggi.
Melalui pendampingan yang tepat, perusahaan dapat memastikan seluruh proses administrasi dilakukan sesuai aturan, sehingga bayar pajak jadi lebih hemat dan terhindar dari potensi sanksi administratif.
Pendampingan semacam ini tidak hanya membantu dalam pengajuan insentif, tetapi juga memastikan kepatuhan jangka panjang dalam pelaporan dan audit pajak perusahaan.
Strategi Kepatuhan bagi Perusahaan
Bagi perusahaan yang ingin tetap kompetitif, memahami regulasi perpajakan sudah menjadi kebutuhan, bukan pilihan. Berikut beberapa strategi praktis untuk memastikan kepatuhan:
- Integrasikan sistem penggajian dan pelaporan pajak agar data valid dan mudah diaudit.
- Lakukan update regulasi secara berkala dengan mengikuti peraturan Kementerian Keuangan dan DJP.
- Libatkan konsultan pajak profesional untuk menghindari kesalahan administrasi.
- Sosialisasikan kebijakan pajak kepada karyawan, terutama bagi sektor penerima insentif.
- Simpan seluruh bukti potong dan laporan realisasi dalam format digital untuk audit tahunan.
Dengan langkah-langkah ini, perusahaan tidak hanya memanfaatkan insentif dengan benar, tetapi juga membangun reputasi sebagai entitas yang patuh dan profesional dalam aspek perpajakan.
Tips Praktis untuk Pekerja dan Perusahaan
Agar pembebasan pajak hingga Rp10 juta per bulan benar-benar bisa dirasakan manfaatnya, berikut beberapa tips praktis yang bisa diterapkan:
- Pastikan data NIK dan NPWP sudah terhubung. Ini menjadi syarat utama penerapan PPh 21 DTP.
- Cek sektor usaha perusahaan Anda. Tidak semua industri termasuk dalam daftar penerima insentif.
- Gunakan aplikasi pelaporan pajak resmi. Hindari keterlambatan laporan yang bisa membatalkan fasilitas.
- Konsultasikan dengan ahli pajak. Profesional pajak berpengalaman dapat membantu memahami aturan dan mengurus dokumen sesuai ketentuan.
- Edukasi internal secara berkala. Departemen HR dan keuangan perlu memahami aturan terbaru agar tidak salah langkah.
Dengan pemahaman yang baik dan kepatuhan administrasi yang konsisten, baik pekerja maupun perusahaan dapat menikmati manfaat pembebasan pajak secara optimal.
Baca juga: Efek Kenaikan PTKP untuk Buruh & Ekonomi Indonesia