
Sebagian besar pelaku usaha menengah sering kali menghadapi kebingungan saat melaporkan SPT Tahunan PPh Badan, khususnya ketika mencoba memanfaatkan fasilitas pengurangan tarif pajak sesuai Pasal 31E Ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Tidak sedikit yang merasa perhitungan tarifnya rumit, apalagi setelah sistem pelaporan beralih ke platform digital seperti Coretax yang memiliki banyak fitur teknis.
Kesalahan umum biasanya terjadi karena wajib pajak belum memahami batasan peredaran bruto atau cara sistem Coretax membagi penghasilan yang berhak mendapat fasilitas dengan yang tidak.
Hingga akhirnya laporan pajak sering tidak akurat dan berisiko memunculkan koreksi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Padahal, dengan memahami konsep dasar dan mekanisme perhitungannya, pengurangan tarif ini bisa menjadi peluang besar untuk efisiensi beban pajak perusahaan.
Dasar Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak
Pasal 31E Ayat (1) UU PPh mengatur insentif bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp50 miliar dalam satu tahun pajak. Insentif tersebut berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif umum PPh Badan untuk penghasilan kena pajak yang berasal dari peredaran bruto hingga Rp4,8 miliar.
Artinya, perusahaan dengan omzet di bawah Rp50 miliar masih dapat menikmati tarif pajak yang lebih rendah untuk sebagian penghasilannya. Namun, perlu dipahami bahwa fasilitas ini tidak berlaku otomatis untuk seluruh penghasilan perusahaan, melainkan hanya untuk porsi tertentu sesuai batasan omzet.
Peran Coretax Sebagai Penghitung Otomatis
Coretax dirancang oleh DJP untuk mempermudah wajib pajak dalam melaporkan dan menghitung pajak tanpa harus melakukan perhitungan manual.
Sistem ini sudah dilengkapi dengan algoritme perhitungan fasilitas Pasal 31E Ayat (1), sehingga begitu wajib pajak memilih tarif tersebut, sistem akan menyesuaikan nilai PPh terutang secara otomatis.
Kelebihan lain dari Coretax adalah transparansi datanya. Semua komponen mulai dari peredaran bruto, penghasilan kena pajak, hingga pembagian fasilitas dapat ditelusuri secara digital melalui Lampiran 8. Ini membuat proses pelaporan menjadi lebih akurat dan efisien.
Langkah-langkah Menghitung Pengurangan Tarif di Coretax
Bagi yang baru pertama kali menggunakan Coretax, berikut langkah sistematis yang dapat diikuti agar fasilitas pengurangan tarif dapat dimanfaatkan secara optimal:
1. Pastikan Perusahaan Memenuhi Syarat
Pastikan total peredaran bruto dalam satu tahun pajak tidak lebih dari Rp50 miliar. Data ini biasanya diperoleh dari laporan laba rugi komersial yang telah disesuaikan dengan ketentuan perpajakan.
Jika omzet melebihi batas tersebut, maka seluruh penghasilan akan dikenai tarif umum sesuai Pasal 17 Ayat (1) huruf b, tanpa mendapat potongan 50%.
2. Pilih Jenis Tarif yang Tepat di Formulir Induk Coretax
Pada bagian D angka 11 Formulir Induk, terdapat empat opsi tarif. Pilih opsi Pasal 31E Ayat (1). Setelah itu, sistem akan otomatis mengaitkan data dari Lampiran 8 dan menghitung nilai PPh terutang berdasarkan proporsi peredaran bruto.
3. Isi Lampiran 8 dengan Data yang Valid
Lampiran 8 adalah bagian krusial karena di sinilah penghitungan dilakukan secara otomatis. Pastikan seluruh data penghasilan, baik dari kegiatan usaha maupun nonusaha, telah dimasukkan dengan benar. Kesalahan input pada tahap ini akan memengaruhi hasil akhir perhitungan tarif.
4. Sistem Menghitung Proporsi Penghasilan
Coretax akan membagi penghasilan kena pajak menjadi dua bagian:
- Bagian yang mendapat fasilitas: dihitung dengan rumus (Rp4,8 miliar ÷ total peredaran bruto) × penghasilan kena pajak.
- Bagian yang tidak mendapat fasilitas: dihitung dengan mengurangkan hasil perhitungan pertama dari total penghasilan kena pajak.
5. Penghitungan PPh Terutang Secara Otomatis
Selanjutnya, sistem akan mengalikan masing-masing bagian penghasilan dengan tarif yang berlaku:
- PPh atas penghasilan yang mendapat fasilitas = 50% × tarif umum (22%) × penghasilan yang mendapat fasilitas.
- PPh atas penghasilan tanpa fasilitas = 22% × penghasilan tanpa fasilitas.
Hasil total kedua komponen tersebut akan muncul secara otomatis di Formulir Induk, bagian D angka 12.
Contoh Kasus Penghitungan dalam Coretax
Sebagai ilustrasi, misalkan PT Arunika Sejahtera, perusahaan manufaktur dengan peredaran bruto Rp10 miliar dan penghasilan kena pajak sebesar Rp2 miliar. Maka penghitungan otomatis di Coretax akan berjalan sebagai berikut:
- Hitung proporsi penghasilan yang mendapat fasilitas: (4,8 miliar ÷ 10 miliar) × Rp2 miliar = Rp960 juta.
- Sisa penghasilan tanpa fasilitas: Rp2 miliar – Rp960 juta = Rp1,04 miliar.
- PPh atas penghasilan yang mendapat fasilitas: 50% × 22% × Rp960 juta = Rp105,6 juta.
- PPh atas penghasilan tanpa fasilitas: 22% × Rp1,04 miliar = Rp228,8 juta.
- Total PPh terutang: Rp105,6 juta + Rp228,8 juta = Rp334,4 juta.
Dengan demikian, PT Arunika Sejahtera mendapatkan penghematan pajak dari fasilitas Pasal 31E sebesar Rp105,6 juta dibandingkan jika seluruh penghasilan dikenai tarif penuh.
Tips Mengoptimalkan Penghitungan di Coretax
Agar proses pelaporan berjalan lancar, beberapa praktik terbaik dapat diterapkan:
- Gunakan data keuangan yang sudah diaudit agar validasi sistem Coretax berjalan mulus.
- Periksa ulang Lampiran 8 sebelum pengiriman SPT untuk memastikan seluruh angka terisi benar.
- Simulasikan penghitungan secara manual untuk memverifikasi akurasi sistem.
- Catat bukti dan laporan elektronik sebagai dokumentasi audit pajak di masa depan.
Dalam proses yang kompleks seperti ini, sangat disarankan untuk mendapatkan bantuan profesional. Jika perusahaan membutuhkan penghitungan dan pendampingan laporan pajak di Jogja, layanan dari Trust Tax Consultant dapat menjadi mitra terpercaya.
Tim konsultan berpengalaman siap membantu dalam perencanaan pajak, optimalisasi tarif, serta pelaporan melalui sistem Coretax dengan kepastian kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
Hal yang Perlu Diperhatikan Wajib Pajak
Sebelum memanfaatkan fasilitas Pasal 31E, wajib pajak perlu memahami batasan dan pengecualian berikut:
- Tidak Berlaku untuk Penghasilan Final dan Nonobjek Pajak. Penghasilan yang telah dikenakan pajak final atau tidak termasuk objek pajak tidak dihitung dalam peredaran bruto.
- Konsistensi Data antara SPT dan Laporan Keuangan. Ketidaksesuaian antara laporan keuangan dan SPT dapat menimbulkan temuan dalam pemeriksaan.
- Penentuan Tahun Pajak yang Konsisten. Pastikan data peredaran bruto dan penghasilan kena pajak berasal dari tahun pajak yang sama agar sistem tidak menolak input.
- Update Perubahan Tarif Pajak. Apabila ada perubahan tarif umum PPh Badan (misalnya, 22% menjadi 20%), sistem Coretax akan menyesuaikan secara otomatis. Namun, pastikan wajib pajak sudah memperbarui versi sistem sesuai pengumuman DJP.
Kesalahan Umum yang Perlu Dihindari
Berdasarkan pengalaman konsultan pajak, beberapa kesalahan yang sering terjadi antara lain:
- Salah memilih jenis tarif di Formulir Induk.
- Menginput nilai peredaran bruto tidak sesuai laporan keuangan.
- Mengabaikan bagian Lampiran 8 sehingga sistem tidak melakukan perhitungan otomatis.
- Tidak menyimpan bukti pelaporan elektronik setelah pengiriman SPT.
Kesalahan-kesalahan kecil ini bisa menimbulkan sanksi administrasi. Oleh karena itu, penting untuk memahami alur kerja Coretax secara menyeluruh dan menyiapkan data keuangan dengan teliti sebelum pelaporan.
Strategi Efisiensi Pajak melalui Fasilitas Pasal 31E
Pengurangan tarif pajak bukan hanya insentif, tetapi juga strategi efisiensi yang dapat meningkatkan daya saing perusahaan. Dengan tarif yang lebih rendah untuk sebagian penghasilan, perusahaan dapat mengalokasikan dana lebih besar untuk pengembangan bisnis.
Selain itu, perusahaan yang rutin menggunakan sistem Coretax dan memahami logika perhitungannya akan lebih mudah dalam menyusun perencanaan pajak jangka panjang. Hal ini juga memperkuat posisi dalam audit dan pemeriksaan pajak di kemudian hari.
Baca juga: Cara Mengisi dan Lapor SPT UMKM di Coretax