
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak investor maupun trader di Indonesia merasa kebingungan saat berhadapan dengan kewajiban perpajakan kripto. Tidak sedikit yang mengeluhkan rumitnya aturan lama, terutama karena adanya pajak berganda yang dianggap membebani. Masalah inilah yang membuat banyak pelaku usaha mencari cara untuk tetap patuh, namun tidak merugi secara finansial.
Kini, sejak hadirnya PMK 50/2025, sistem perpajakan kripto telah mengalami pembaruan yang cukup besar. Regulasi baru ini diharapkan mampu memberikan kepastian hukum, menyederhanakan kewajiban pajak, serta mengarahkan ekosistem kripto di Indonesia agar lebih profesional dan sesuai dengan standar keuangan global.
Mengapa Pajak Kripto Mengalami Perubahan?
Perubahan status kripto dari komoditas menjadi aset keuangan digital merupakan langkah besar dalam kebijakan pemerintah. Transformasi ini berawal dari diberlakukannya UU P2SK Tahun 2023, yang menetapkan kripto sebagai bagian dari sektor keuangan formal. Kemudian, pengawasan beralih dari Bappebti ke OJK melalui PP 49/2024, hingga akhirnya PMK 50/2025 menetapkan skema pajak terbaru.
Dengan adanya pergeseran ini, kripto kini diperlakukan sama seperti surat berharga lainnya. Artinya, fokus pemajakan diarahkan ke aspek penjualan saja, bukan lagi dikenakan pajak berganda seperti sebelumnya.
Gambaran Umum Skema Pajak Kripto Terbaru
Dalam aturan PMK 50/2025, pajak yang dikenakan pada transaksi kripto adalah PPh Pasal 22 Final. Tidak ada lagi PPN yang sebelumnya memberatkan pembeli.
Perbedaan Tarif Berdasarkan Lokasi Exchange
- Exchange Dalam Negeri:
- Tarif: 0,21% dari nilai transaksi penjualan.
- Dipungut langsung oleh penyelenggara platform.
- Bersifat final, tidak perlu digabungkan ke SPT tahunan.
- Exchange Luar Negeri:
- Tarif: 1% dari nilai transaksi penjualan.
- Jika platform ditunjuk pemerintah, maka wajib memungut dan menyetor.
- Apabila tidak, penjual harus melakukan penyetoran mandiri.
Masalah yang Sering Dihadapi Wajib Pajak
Banyak investor kripto yang menghadapi beberapa kendala, di antaranya:
- Kurang memahami perbedaan tarif antara transaksi domestik dan luar negeri.
- Bingung menyimpan dan melaporkan bukti pemungutan pajak.
- Tak jarang lalai melakukan penyetoran mandiri ketika menggunakan exchange luar negeri.
- Kekhawatiran dikenakan sanksi akibat ketidaktahuan terhadap regulasi terbaru.
Kondisi ini menunjukkan bahwa literasi pajak digital masih perlu ditingkatkan, terutama bagi pelaku usaha maupun investor individu.
Cara Menghitung Pajak Kripto dengan PMK 50/2025
Untuk mempermudah pemahaman, berikut adalah ilustrasi sederhana:
Contoh 1 – Jual Kripto di Exchange Dalam Negeri
- Nilai transaksi: Rp10.000.000
- Tarif PPh 22 Final: 0,21% × Rp10.000.000 = Rp21.000
- Hasil bersih diterima: Rp9.979.000 (belum termasuk biaya admin platform).
Contoh 2 – Jual Kripto di Exchange Luar Negeri
- Nilai transaksi: Rp50.000.000
- Tarif PPh 22 Final: 1% × Rp50.000.000 = Rp500.000
- Hasil bersih diterima: Rp49.500.000
Dari dua contoh di atas, terlihat jelas bahwa transaksi di exchange dalam negeri lebih ringan dari sisi beban pajak.
Peran Exchange dalam Pemungutan Pajak
Tidak hanya penjual, pihak exchange juga memiliki kewajiban penting:
- Exchange dalam negeri: wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPh 22 Final sebesar 0,21%.
- Exchange luar negeri yang ditunjuk: bertanggung jawab memungut 1% dan melaporkannya ke DJP.
- Exchange luar negeri tidak ditunjuk: kewajiban penuh ada pada penjual.
Pentingnya Konsultasi dengan Ahli Pajak
Meskipun aturan sudah lebih sederhana, praktik di lapangan tetap menantang. Terutama bagi investor dengan portofolio besar atau perusahaan yang menjalankan usaha berbasis kripto. Di sinilah peran konsultan pajak sangat dibutuhkan.
Menggunakan jasa profesional akan membantu:
- Memastikan perhitungan sesuai aturan.
- Menghindari risiko sanksi.
- Menyusun strategi pajak yang lebih efisien.
Bagi Anda yang ingin mendapatkan pendampingan langsung, hadirnya kantor konsultan pajak di Jogja yakni TTC bisa menjadi solusi terbaik. Layanan dari TTC memastikan legal, aman & terjamin, sehingga Anda tidak perlu khawatir soal kepatuhan regulasi maupun keamanan administrasi perpajakan Anda.
Tips Praktis untuk Investor Kripto
Agar lebih mudah dalam mengelola kewajiban pajak, berikut beberapa tips yang bisa diterapkan:
- Simpan setiap bukti transaksi – jangan abaikan invoice atau bukti potong pajak dari exchange.
- Pisahkan dana pajak sejak awal – alokasikan langsung sebagian hasil penjualan untuk membayar pajak.
- Gunakan exchange dalam negeri – selain lebih hemat tarif, juga lebih sederhana dari sisi administrasi.
- Konsultasikan setiap keraguan – jangan menunggu sampai terlambat, diskusikan dengan konsultan sejak awal.
- Update informasi regulasi terbaru – ikuti perkembangan aturan agar tidak tertinggal.
Hadirnya PMK 50/2025 memberikan angin segar bagi pelaku industri kripto di Indonesia. Pajak kini lebih sederhana, adil, dan jelas, tanpa membebani pembeli dengan PPN tambahan. Namun, tantangan terbesar tetap ada pada pemahaman dan kepatuhan wajib pajak.
Bagi investor dan pelaku usaha, menguasai ketentuan ini sekaligus memanfaatkan jasa konsultan pajak profesional akan sangat membantu dalam menjaga kepatuhan sekaligus mengoptimalkan strategi investasi.