
Perkembangan dunia usaha yang semakin dinamis menuntut pelaku usaha untuk senantiasa mengikuti regulasi perpajakan yang terus diperbarui. Salah satu regulasi penting yang menjadi perhatian khusus bagi para Pengusaha Kena Pajak (PKP), terutama yang bergerak di sektor ritel, adalah mengenai faktur pajak digunggung. Dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025, pemerintah memberikan panduan yang lebih jelas serta format yang lebih fleksibel bagi pedagang eceran dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.
Bagi pelaku usaha yang bergerak langsung kepada konsumen akhir, penting untuk memahami bagaimana faktur pajak digunggung dapat digunakan secara sah dan efisien, serta implikasi dari ketentuan baru tersebut terhadap administrasi dan kepatuhan pajak. Artikel ini akan mengupas secara mendalam tentang definisi, ketentuan, format, hingga contoh penerapan faktur pajak digunggung sesuai regulasi terbaru tahun 2025.
Definisi PKP Pedagang Eceran dan Konsumen Akhir
Dalam konteks PER-11/PJ/2025, PKP pedagang eceran adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam sebagian atau seluruh kegiatan usahanya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) langsung kepada konsumen akhir, baik melalui toko fisik, gerai, hingga platform digital atau Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Penting dicatat bahwa penentuan status pedagang eceran tidak lagi ditentukan berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU), melainkan berdasarkan kepada sifat konsumennya.
Konsumen akhir didefinisikan sebagai pihak yang menggunakan barang atau jasa untuk dikonsumsi sendiri, tidak untuk diperdagangkan kembali atau digunakan dalam kegiatan usaha lainnya. Artinya, selama barang atau jasa tersebut berakhir pada konsumen akhir, maka transaksi tersebut masuk dalam ruang lingkup faktur pajak digunggung.
Ketentuan Informasi Wajib dalam Faktur Pajak Digunggung
Faktur pajak digunggung berbeda dengan faktur pajak biasa karena bentuknya yang lebih ringkas namun tetap memenuhi syarat sah dokumen perpajakan. Sesuai Pasal 52 ayat (2) PER-11/PJ/2025, informasi minimum yang wajib dicantumkan dalam faktur jenis ini meliputi:
- Nama, alamat, dan NPWP penjual.
- Jenis barang atau jasa yang dijual.
- Jumlah harga atau nilai penggantian serta potongan harga, jika ada.
- Besarnya PPN (dan PPnBM jika berlaku) yang dipungut.
- Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak.
Sementara itu, untuk memberikan kemudahan administratif, faktur pajak digunggung tidak wajib mencantumkan identitas pembeli, serta tidak perlu mencantumkan nama dan tanda tangan penjual. Hal ini sangat membantu pedagang ritel yang menangani transaksi dalam jumlah besar setiap harinya.
Fleksibilitas Bentuk dan Format Faktur
Peraturan terbaru juga memberikan fleksibilitas dalam bentuk dokumen faktur. Dalam Pasal 53 disebutkan bahwa bentuk faktur pajak pedagang eceran dapat menyesuaikan dengan kelaziman usaha. Artinya, dokumen tersebut dapat berbentuk:
- Bon kontan
- Faktur penjualan
- Kuitansi
- Karcis
- Struk mesin kasir (cash register)
- Bukti transaksi elektronik
- Bukti lain yang lazim digunakan dalam dunia usaha
Dokumen-dokumen ini dapat dicetak secara mandiri atau berbentuk elektronik, tergantung dari sistem yang digunakan oleh pelaku usaha. Namun demikian, untuk kepentingan arsip dan pemeriksaan, dokumen tersebut minimal harus tersedia dalam bentuk elektronik.
Catatan Tambahan yang Perlu Diperhatikan
Beberapa ketentuan tambahan yang penting diketahui oleh PKP pedagang eceran adalah:
- NPWP dan alamat penjual dapat mengacu pada data tempat pengukuhan PKP yang terdaftar di sistem Coretax DJP.
- Alamat tempat kegiatan usaha (TKU) dapat dicantumkan secara opsional.
- PPN boleh dicantumkan terpisah dari harga jual atau dianggap sudah termasuk.
- Penomoran faktur mengikuti kebiasaan usaha, selama konsisten dan dapat diaudit.
- PPN dalam faktur pajak digunggung tidak dapat dikreditkan oleh pembeli.
Peruntukan Lain dari Faktur Pajak Digunggung
Tidak hanya digunakan untuk penjualan langsung, faktur digunggung juga dapat diterbitkan dalam kondisi-kondisi berikut:
- Pemakaian sendiri BKP/JKP yang tidak digunakan untuk kelanjutan usaha.
- Pemberian barang/jasa secara cuma-cuma kepada konsumen akhir.
- Penyerahan BKP/JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut, dibebaskan, atau ditanggung pemerintah.
Dalam penerbitan faktur untuk kondisi khusus tersebut, PKP dapat menambahkan keterangan tambahan mengenai jenis fasilitas PPN yang digunakan dan dasar hukum pemberlakuannya.
Contoh Perhitungan Faktur Pajak Digunggung
Sebagai ilustrasi, berikut ini contoh perhitungan faktur pajak digunggung:
Sebuah toko kosmetik menjual produk senilai Rp1.100.000 termasuk PPN. Karena menggunakan metode digunggung, PPN dianggap sudah termasuk dalam harga jual. Maka perhitungannya adalah:
- Total harga: Rp1.100.000
- PPN 11% = Rp1.100.000 / 1,11 x 11% = Rp108.108
- Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = Rp991.892
Informasi ini dicantumkan secara ringkas dalam dokumen faktur tanpa perlu menyertakan data pembeli, sehingga mempermudah proses transaksi.
Pentingnya Pendampingan dari Konsultan Pajak
Meskipun regulasi ini bertujuan menyederhanakan administrasi pajak bagi pedagang eceran, tetap ada risiko kesalahan administratif yang bisa berdampak serius, termasuk sanksi. Oleh karena itu, kehadiran tenaga profesional yang memahami praktik dan peraturan perpajakan secara mendalam menjadi sangat penting.
Di sinilah peran konsultan pajak terpercaya seperti Trust Tax Consultant sangat dibutuhkan. Dengan pemahaman komprehensif terhadap regulasi terbaru dan praktik terbaik di lapangan, Trust Tax Consultant mampu memberikan solusi efisien bagi pelaku usaha dalam penerapan faktur pajak digunggung secara sah dan tepat.
Kesimpulan
Dengan diterbitkannya PER-11/PJ/2025, pemerintah memberikan kepastian hukum sekaligus fleksibilitas administratif bagi PKP pedagang eceran dalam penerbitan faktur pajak digunggung. Bagi pelaku usaha yang melayani konsumen akhir, pemahaman terhadap ketentuan ini sangat penting agar dapat menjalankan kewajiban perpajakan secara efisien tanpa terjebak dalam prosedur yang rumit. Meskipun demikian, konsultasi dengan ahli pajak tetap menjadi langkah strategis untuk menghindari kesalahan administratif dan memastikan kepatuhan maksimal terhadap regulasi yang berlaku.
Baca juga: Perbedaan Faktur Pajak Masukan & Keluaran