
Di banyak kasus nyata, sebuah perusahaan yang telah membangun reputasi, memperluas pasar, dan menjaga arus kas dengan hati-hati tetap berisiko menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) bernilai besar hanya karena dokumentasi transfer pricing (TP Doc) tidak disusun dengan benar.
Situasi ini sering terjadi, terutama bagi perusahaan yang memiliki hubungan istimewa atau transaksi afiliasi lintas negara. Banyak pimpinan perusahaan beranggapan bahwa TP Doc hanyalah dokumen administratif yang disiapkan ketika diperlukan. Padahal, realitasnya jauh lebih serius.
TP Doc adalah bukti bahwa perusahaan telah menjalankan praktik bisnis sesuai prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Kesalahan dalam menyusunnya bisa menimbulkan konsekuensi finansial besar, pemeriksaan pajak berulang, hingga kerugian reputasi.
Mengapa TP Doc Sangat Penting?
TP Doc tidak hanya menjadi kewajiban formal, tetapi juga instrumen perlindungan. Dengan adanya dokumentasi ini, perusahaan dapat menunjukkan bahwa harga transaksi antar entitas afiliasi sudah sesuai standar wajar.
Regulasi terbaru yang semakin ketat, seperti Peraturan Menteri Keuangan yang mempertegas detail analisis industri dan mekanisme secondary adjustment, membuat perusahaan tidak bisa lagi sekadar menyusun dokumen seadanya.
Tanpa TP Doc yang lengkap dan akurat, otoritas pajak memiliki wewenang penuh untuk melakukan penyesuaian nilai transaksi sesuai versi mereka sendiri. Artinya, risiko koreksi pajak akan selalu menghantui perusahaan.
Kesalahan Umum dalam Penyusunan TP Doc
Mari kita bahas lima kesalahan utama yang kerap dilakukan perusahaan dalam praktik, beserta ilustrasi nyata agar lebih mudah dipahami.
1. Tidak Menyusun Dokumen Sejak Awal Tahun Pajak
Banyak perusahaan baru menyiapkan TP Doc saat menerima permintaan resmi dari otoritas pajak. Padahal, regulasi menuntut dokumen tersebut sudah tersedia di saat penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Keterlambatan menyebabkan dokumen tidak diakui sebagai TP Doc resmi. Akibatnya, otoritas dapat mengabaikan informasi yang ada dan menetapkan harga transfer wajar menurut data mereka.
Contoh kasus: sebuah perusahaan agribisnis melakukan transaksi penjualan bahan baku ke entitas afiliasi. Karena TP Doc baru disusun setelah ada permintaan pemeriksa, data transaksi dianggap tidak valid. Perusahaan pun menerima koreksi harga transfer yang nilainya jauh di atas harga sebenarnya.
2. Mengabaikan Kewajiban Menyediakan Master File dan Local File
Master file dan local file adalah pilar utama TP Doc. Master file berisi profil grup usaha secara global, sementara local file berfokus pada aktivitas perusahaan di Indonesia. Tanpa keduanya, TP Doc dianggap tidak lengkap.
Kesalahan ini sering terjadi pada perusahaan skala menengah yang belum memiliki tim pajak internal memadai. Mereka beranggapan cukup melampirkan laporan keuangan saja, padahal ketentuan mewajibkan kedua dokumen tersebut.
Akibatnya, risiko denda administratif muncul, bahkan otoritas pajak bisa melakukan pengujian lebih intensif terhadap transaksi afiliasi perusahaan.
3. Tidak Menyertakan Laporan Country-by-Country (CbCR)
Bagi grup usaha multinasional dengan omzet global tertentu, penyertaan CbCR bukanlah pilihan, melainkan kewajiban. Dokumen ini menunjukkan pembagian laba, pajak, dan aktivitas bisnis di seluruh negara tempat grup beroperasi.
Ketidakhadiran CbCR membuat perusahaan dicurigai melakukan praktik penghindaran pajak lintas yurisdiksi. Dalam banyak kasus, hal ini memicu pemeriksaan menyeluruh yang menyita banyak waktu dan sumber daya.
4. Menggunakan Data Perbandingan yang Tidak Relevan
TP Doc yang baik harus mencerminkan kondisi pasar pada tahun pajak yang sama. Namun, masih banyak perusahaan yang menggunakan data pembanding dari periode berbeda atau dari industri yang tidak sebanding.
Contoh ilustrasi: sebuah perusahaan logistik internasional menyusun TP Doc tahun 2023 dengan menggunakan data pembanding tahun 2020. Padahal, selama periode tersebut terjadi lonjakan biaya bahan bakar yang signifikan. Akibatnya, analisis kewajaran laba menjadi bias, dan otoritas pajak berhak menolak hasil perhitungan perusahaan.
5. Tidak Menyerahkan Dokumen Sama Sekali
Kesalahan paling fatal adalah tidak menyusun TP Doc sama sekali. Jika diminta dan perusahaan tidak bisa menyediakannya, maka otoritas pajak akan menetapkan harga transfer wajar berdasarkan data publik atau pembanding internal.
Dalam skenario seperti ini, perusahaan kehilangan kesempatan untuk memberikan pembelaan. Koreksi pajak yang ditetapkan bisa sangat besar dan berdampak langsung pada arus kas perusahaan.
Contoh Perhitungan Dampak Koreksi
Bayangkan sebuah perusahaan perdagangan farmasi menjual produk ke entitas afiliasinya dengan harga Rp80.000 per unit. Menurut analisis otoritas pajak, harga wajar seharusnya Rp100.000. Dengan volume transaksi 40.000 unit, terdapat selisih Rp20.000 per unit.
Total koreksi yang dikenakan: Rp20.000 × 40.000 unit = Rp800.000.000. Jumlah tersebut akan menambah beban pajak perusahaan, ditambah potensi bunga dan denda jika keterlambatan terjadi.
Bagaimana Menghindari Kesalahan TP Doc?
Agar perusahaan tidak terjebak dalam situasi serupa, berikut langkah yang bisa diterapkan:
- Rencanakan Sejak Awal: TP Doc harus dipersiapkan bersamaan dengan laporan keuangan tahunan.
- Libatkan Tenaga Ahli: Penyusunan TP Doc memerlukan pemahaman regulasi internasional dan lokal.
- Perbarui Data Secara Berkala: Gunakan data pembanding yang relevan dengan periode transaksi.
- Lengkapi Semua Dokumen: Jangan abaikan master file, local file, maupun CbCR jika diwajibkan.
- Audit Internal Rutin: Lakukan pemeriksaan mandiri sebelum ada permintaan resmi dari otoritas pajak.
Dukungan Profesional untuk Kepatuhan Pajak
Banyak perusahaan akhirnya menyadari bahwa menyusun TP Doc tanpa pendampingan profesional hanya menambah risiko. Di sinilah peran konsultan pajak menjadi penting. Dengan pengalaman menangani berbagai kasus transfer pricing, konsultan dapat membantu perusahaan menyiapkan dokumen secara sistematis, akurat, dan sesuai regulasi.
Bagi perusahaan yang berdomisili di Jawa Tengah, bekerja sama dengan kantor konsultan pajak Semarang Trust Tax Consultant dapat menjadi solusi strategis. Dengan layanan komprehensif mulai dari penyusunan master file, local file, hingga CbCR, perusahaan dapat mengurangi potensi kesalahan sekaligus menjaga reputasi kepatuhan di mata regulator.
Tips Praktis Menjaga Kepatuhan TP Doc
Selain langkah-langkah formal, ada beberapa tips tambahan yang dapat diikuti:
- Bangun budaya kepatuhan internal: Libatkan manajemen dan karyawan untuk memahami pentingnya dokumentasi.
- Gunakan sistem digital: Manfaatkan perangkat lunak manajemen data untuk menyimpan transaksi afiliasi secara rapi.
- Evaluasi tahunan: Lakukan review setiap akhir tahun untuk memastikan dokumen sesuai dengan kondisi pasar terkini.
- Pelatihan internal: Sediakan workshop reguler agar tim pajak internal tetap memahami perkembangan aturan.
- Kolaborasi dengan ahli eksternal: Jangan ragu untuk menggandeng konsultan ketika kompleksitas transaksi meningkat.
Baca juga: Apakah Masih Bisa Lapor SPT Secara Manual? Ini Penjelasannya