
Mengurus administrasi perpajakan di Indonesia sering kali membuat pelaku usaha maupun individu merasa kewalahan. Salah satu situasi yang kerap menimbulkan pertanyaan adalah ketika pajak atas penghasilan atau transaksi dipotong atau dipungut oleh pihak lain, padahal secara fiskal sebenarnya tidak ada kewajiban untuk membayar.
Banyak Wajib Pajak akhirnya menanggung beban administrasi tambahan, bahkan harus mengajukan restitusi yang prosesnya panjang.
Di sinilah peran Surat Keterangan Bebas (SKB) pajak menjadi penting. Dengan dokumen ini, Wajib Pajak bisa menghindari pemotongan atau pemungutan yang seharusnya tidak berlaku.
Namun, bagaimana cara mengajukan SKB tersebut? Artikel ini akan membimbing Anda memahami langkah demi langkah pengajuan SKB dengan bahasa sederhana namun komprehensif.
Mengapa SKB Diperlukan?
SKB bukan hanya dokumen administratif, melainkan bentuk kepastian hukum bagi Wajib Pajak. Tanpa SKB, pihak lain tetap berkewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak. Akibatnya:
- Dana usaha bisa terhambat karena ada arus kas yang tertahan.
- Perusahaan harus menambah beban administrasi dengan proses restitusi.
- Kejelasan transaksi dengan mitra usaha berpotensi terganggu.
Dengan SKB, semua pihak mendapatkan kepastian: Wajib Pajak tidak perlu dipotong, sedangkan pihak pemotong memiliki dasar hukum untuk tidak melakukan kewajiban pemungutan.
Syarat Wajib Pajak yang Bisa Mengajukan SKB
Tidak semua pihak dapat mengajukan SKB. DJP memberikan kriteria tertentu agar fasilitas ini tepat sasaran. Beberapa kondisi yang biasanya memenuhi syarat antara lain:
- Wajib Pajak sedang mengalami kerugian fiskal pada tahun berjalan.
- Masih ada kompensasi kerugian dari periode sebelumnya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak.
- Seluruh penghasilan yang diterima dikenakan PPh Final.
- Jumlah angsuran PPh sudah lebih besar daripada estimasi PPh terutang.
- Wajib Pajak memiliki rekam jejak kepatuhan yang baik, dibuktikan dengan Surat Keterangan Fiskal (SKF).
Jenis Pajak yang Bisa Diajukan Bebas Potong atau Pungut
SKB berlaku pada beberapa jenis pajak yang pada umumnya dipotong atau dipungut oleh pihak lain. Secara garis besar, meliputi:
- PPh Pasal 21: Atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan tertentu.
- PPh Pasal 22: Atas transaksi barang oleh instansi pemerintah atau badan tertentu.
- PPh Pasal 22 Impor: Dikenakan pada saat melakukan impor barang.
- PPh Pasal 23: Atas transaksi berupa jasa, dividen, bunga, royalti, atau imbalan lainnya.
Wajib Pajak perlu mencermati jenis pajak mana yang relevan dengan aktivitas usahanya sebelum mengajukan SKB.
Dokumen yang Harus Disiapkan
Untuk memastikan proses pengajuan berjalan lancar, persiapkan dokumen berikut:
- Lembar perhitungan proyeksi PPh terutang (menunjukkan tidak ada kewajiban tambahan).
- Laporan keuangan atau dokumen pendukung fiskal.
- Surat Keterangan Fiskal (SKF) yang masih berlaku.
Semua dokumen diajukan melalui sistem elektronik DJP di portal coretaxdjp.pajak.go.id.
Alur Proses Pengajuan SKB
Pengajuan SKB dilakukan secara bertahap dengan sistem yang sudah seragam di seluruh Indonesia. Tahapannya antara lain:
- Pengajuan Online
Wajib Pajak mengunggah dokumen persyaratan melalui portal DJP. - Pemeriksaan Data oleh KPP
Kantor Pelayanan Pajak meneliti kebenaran data dan dokumen yang diajukan. - Penerbitan Keputusan
Dalam waktu maksimal 5 hari kerja, DJP akan mengeluarkan keputusan apakah permohonan disetujui atau ditolak. - Penerbitan SKB
Jika disetujui, SKB resmi diterbitkan dalam 2 hari kerja setelah keputusan.
Contoh Kasus dan Perhitungan
Bayangkan sebuah perusahaan manufaktur yang pada tahun berjalan memiliki proyeksi laba kena pajak sebesar Rp300.000.000. Namun, perusahaan ini masih memiliki kompensasi kerugian tahun sebelumnya sebesar Rp350.000.000. Dengan kondisi ini, secara fiskal laba kena pajak menjadi nihil, sehingga tidak ada PPh terutang. Perusahaan tersebut dapat mengajukan SKB agar transaksi jasa yang mereka terima tidak dikenai pemotongan PPh Pasal 23 oleh rekanan bisnisnya.
Risiko Pembatalan atau Pencabutan SKB
SKB dapat dibatalkan atau dicabut jika:
- Setelah diterbitkan, ternyata data Wajib Pajak tidak sesuai dengan ketentuan.
- Terdapat kekeliruan dalam proyeksi sehingga berujung pada terutang pajak.
Dalam situasi tersebut, Wajib Pajak tetap wajib melunasi kekurangan pajak sebelum menyampaikan SPT Tahunan.
Tips Praktis Mengajukan SKB
Mengajukan SKB memang terlihat sederhana, tetapi praktiknya bisa rumit. Berikut beberapa tips praktis:
- Pastikan laporan keuangan sudah diaudit atau minimal disusun dengan rapi.
- Cek kembali Surat Keterangan Fiskal agar tidak kedaluwarsa.
- Gunakan simulasi proyeksi PPh untuk memperkuat dokumen.
- Catat jadwal dan tenggat waktu agar tidak terlambat dalam pengajuan.
Bagi pelaku usaha yang ingin lebih fokus pada pengembangan bisnis, mempercayakan proses ini kepada konsultan pajak profesional adalah pilihan bijak. Terutama bagi perusahaan di kota besar, keberadaan tax consultant di Surabaya seperti TTC bisa menjadi solusi efisien untuk memastikan pengajuan SKB berjalan tepat dan akurat.