
Banyak calon pemilik mobil listrik di Indonesia menghadapi satu pertanyaan yang sama “Berapa sih biaya pajak yang harus dikeluarkan kalau punya kendaraan listrik?” Situasi menjadi semakin membingungkan karena regulasi pajak kendaraan bermotor terus mengalami perubahan, terutama dengan hadirnya kebijakan terbaru di tahun 2025.
Hal ini sering menimbulkan salah persepsi, khususnya bagi masyarakat yang ingin menghitung secara detail besaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) maupun Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk mobil listrik.
Di sisi lain, mobil listrik semakin dilirik bukan hanya karena teknologi canggih dan efisiensi energi, tetapi juga karena potensi penghematan pajak yang ditawarkan pemerintah. Namun, memahami aturan yang berlaku membutuhkan ketelitian.
Oleh karena itu, penting bagi setiap calon pemilik kendaraan listrik untuk mengetahui cara hitung PKB dan BBNKB secara tepat agar tidak salah mengambil keputusan finansial.
Mengapa PKB dan BBNKB Mobil Listrik Perlu Dipelajari?
PKB dan BBNKB adalah dua jenis pungutan yang melekat pada setiap kendaraan bermotor. Pada kendaraan konvensional berbahan bakar bensin atau solar, pajak ini bisa menjadi beban cukup signifikan. Misalnya, tarif PKB berkisar antara 1,5% hingga 2% dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB), sementara BBNKB bisa mencapai 10% hingga 12,5% dari NJKB.
Namun, pemerintah menghadirkan kebijakan baru pada tahun 2025 yang memberikan perlakuan khusus bagi kendaraan berbasis listrik. Dengan kebijakan ini, masyarakat tidak lagi dibebani PKB tahunan maupun BBNKB saat melakukan proses balik nama. Bagi konsumen, hal ini berarti ada ruang penghematan finansial yang cukup besar.
Dasar Hukum yang Mengatur Pajak Mobil Listrik 2025
Perubahan besar ini berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Regulasi ini menegaskan bahwa kendaraan listrik berbasis baterai dikecualikan dari pengenaan PKB dan BBNKB. Lebih lanjut, kebijakan tersebut dipertegas dalam Permendagri Nomor 7 Tahun 2025 yang mengatur aspek teknis penerapan di lapangan.
Dengan dasar hukum yang jelas, masyarakat tidak perlu ragu lagi akan legalitas kebijakan ini. Namun, tetap perlu dipahami bahwa implementasi melibatkan pemerintah daerah. Artinya, sinkronisasi pusat dan daerah menjadi faktor penting agar insentif benar-benar sampai ke masyarakat.
Perbedaan Kendaraan Konvensional dan Listrik dari Sisi Pajak
Untuk memperjelas gambaran, mari bandingkan dua jenis kendaraan berikut:
- Kendaraan Konvensional:
- PKB: 1,5%–2% dari NJKB per tahun.
- BBNKB: 10%–12,5% dari NJKB saat balik nama.
- Kendaraan Listrik (mulai 2025):
- PKB: 0%.
- BBNKB: 0%.
Perbedaan angka ini menegaskan adanya keuntungan besar yang bisa dinikmati konsumen mobil listrik dibandingkan kendaraan konvensional.
Simulasi Perhitungan PKB dan BBNKB Mobil Listrik
Agar lebih konkret, mari gunakan simulasi sederhana. Misalkan seorang konsumen membeli mobil listrik dengan nilai Rp600.000.000.
- Perhitungan PKB:
- PKB = Harga Kendaraan × Tarif PKB
- PKB = Rp600.000.000 × 0%
- PKB = Rp0 per tahun
- Perhitungan BBNKB:
- BBNKB = Harga Kendaraan × Tarif BBNKB
- BBNKB = Rp600.000.000 × 0%
- BBNKB = Rp0 saat balik nama
Apabila kendaraan dengan harga yang sama berbahan bakar bensin, maka:
- PKB = Rp600.000.000 × 1,5% = Rp9.000.000 per tahun.
- BBNKB = Rp600.000.000 × 10% = Rp60.000.000 saat balik nama.
Dari ilustrasi ini terlihat jelas bagaimana penghematan dapat mencapai puluhan juta rupiah.
Manfaat Finansial Bagi Pemilik Kendaraan
Tidak dipungutnya PKB dan BBNKB memberikan tiga manfaat utama:
- Biaya awal lebih ringan – konsumen tidak perlu mengeluarkan dana besar untuk balik nama.
- Beban tahunan menurun – tidak ada kewajiban PKB rutin yang biasanya menguras anggaran.
- Ruang alokasi dana lebih fleksibel – dana yang sebelumnya dialokasikan untuk pajak bisa dialihkan ke kebutuhan lain.
Tantangan dalam Memahami Regulasi
Meskipun aturannya jelas, banyak masyarakat masih bingung dengan penerapannya. Beberapa pertanyaan yang sering muncul antara lain:
- Apakah seluruh daerah di Indonesia sudah seragam menerapkan aturan PKB dan BBNKB nol persen?
- Bagaimana jika mobil listrik dibeli di luar daerah domisili?
- Apakah berlaku untuk semua jenis mobil listrik, termasuk kendaraan impor?
Pertanyaan semacam ini wajar, karena regulasi pusat tetap membutuhkan koordinasi teknis di tingkat daerah.
Di sinilah peran konsultan pajak menjadi sangat relevan. Dengan bantuan ahli, konsumen tidak hanya mendapatkan penjelasan detail mengenai aturan, tetapi juga strategi mengoptimalkan insentif yang tersedia.
Misalnya, jika Anda berdomisili di Jawa Timur, memanfaatkan jasa perencanaan dan penghematan pajak di Surabaya bersama tim akuntan TTC dapat menjadi solusi praktis. Kami dapat membantu menghitung kewajiban secara presisi sekaligus memastikan regulasi di tingkat daerah benar-benar dipatuhi.
Tips Praktis Bagi Calon Pemilik Mobil Listrik
Sebelum memutuskan untuk membeli kendaraan listrik, ada beberapa hal penting yang sebaiknya diperhatikan:
- Periksa harga beli: meskipun pajak nol, harga kendaraan listrik masih relatif tinggi.
- Pertimbangkan infrastruktur: pastikan stasiun pengisian daya tersedia di lokasi Anda.
- Cek garansi baterai: baterai adalah komponen paling vital dengan biaya penggantian yang tidak murah.
- Teliti aturan daerah: meski ada regulasi pusat, pastikan pemerintah daerah sudah mengadopsi kebijakan serupa.
- Gunakan konsultan: hindari kebingungan dengan mendapatkan pendampingan profesional dalam perencanaan pajak.
Dengan langkah-langkah tersebut, konsumen bisa lebih percaya diri dalam bertransisi dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik.
Baca juga: Apa Saja Kontribusi Pajak Hijau terhadap Ekonomi Ramah Lingkungan? Ini Ulasannya!