Daftar Kode Koreksi Fiskal Positif & Negatif untuk SPT Perusahaan

Mengisi SPT Tahunan Badan seringkali menjadi pekerjaan yang menegangkan bagi banyak perusahaan. Bukan karena tidak ada data, melainkan karena perbedaan perlakuan antara laporan keuangan komersial dan laporan pajak.

Seringkali, tim keuangan merasa bingung ketika harus menentukan mana yang termasuk koreksi fiskal positif dan mana yang tergolong koreksi fiskal negatif.

Masalah ini semakin nyata ketika perusahaan sudah menggunakan sistem administrasi berbasis Coretax. Salah memilih kode koreksi bisa menimbulkan masalah serius, mulai dari perbedaan data dengan sistem DJP hingga risiko pemeriksaan pajak.

Oleh karena itu, pemahaman yang jelas mengenai daftar kode koreksi fiskal sangat penting untuk memastikan kepatuhan dan mengurangi potensi sanksi.

Mengapa Koreksi Fiskal Diperlukan?

Koreksi fiskal lahir dari perbedaan antara standar akuntansi dan ketentuan perpajakan. Tidak semua biaya atau penghasilan yang diakui dalam laporan keuangan komersial boleh diakui dalam laporan fiskal.

Itulah mengapa diperlukan penyesuaian agar laba fiskal benar-benar mencerminkan dasar perhitungan pajak sesuai ketentuan perundang-undangan.

Jenis koreksi fiskal terbagi menjadi dua:

  • Koreksi Fiskal Positif (FPO): Penyesuaian yang menambah laba fiskal karena biaya tertentu tidak dapat diakui secara fiskal.
  • Koreksi Fiskal Negatif (FNE): Penyesuaian yang mengurangi laba fiskal karena ada penghasilan yang secara fiskal tidak dikenakan pajak.

Daftar Kode Koreksi Fiskal Positif

Dalam praktik pengisian di Coretax, setiap koreksi harus diberi kode tertentu. Berikut adalah beberapa kode resmi untuk koreksi positif:

  • FPO-01: Biaya pribadi Wajib Pajak maupun keluarganya.
  • FPO-02: Premi asuransi tertentu seperti kesehatan atau jiwa yang dibayarkan oleh perusahaan.
  • FPO-04: Pengeluaran yang melebihi kewajaran terhadap pihak afiliasi.
  • FPO-05: Pengeluaran untuk hibah, bantuan, atau sumbangan.
  • FPO-06: Pajak penghasilan (PPh) yang dibayarkan.
  • FPO-07: Gaji untuk pemilik usaha maupun keluarga intinya.
  • FPO-08: Sanksi administrasi terkait perpajakan.
  • FPO-09: Selisih lebih perhitungan penyusutan komersial dibanding fiskal.
  • FPO-10: Selisih lebih amortisasi komersial dibanding fiskal.
  • FPO-11: Biaya untuk penghasilan yang dikenakan PPh Final atau bukan objek pajak.
  • FPO-12: Penyesuaian positif lainnya yang tidak tercantum dalam kode sebelumnya.

Daftar Kode Koreksi Fiskal Negatif

Selain penyesuaian positif, terdapat pula kode khusus untuk koreksi negatif, yaitu:

  • FNE-01: Penghasilan yang dikenakan PPh Final atau non-objek pajak namun tetap masuk dalam omzet komersial.
  • FNE-02: Selisih kurang penyusutan antara laporan komersial dan fiskal.
  • FNE-03: Selisih kurang amortisasi antara laporan komersial dan fiskal.
  • FNE-04: Penyesuaian negatif lainnya yang tidak tercantum secara spesifik.

Contoh Praktis Penerapan Koreksi Fiskal

Bayangkan sebuah perusahaan mencatat beban promosi sebesar Rp150.000.000. Setelah diperiksa, ditemukan bahwa Rp20.000.000 dari biaya tersebut dipakai untuk kegiatan pribadi manajemen yang tidak berkaitan langsung dengan usaha. Maka, Rp20.000.000 tersebut perlu dikoreksi dengan kode FPO-01.

Di sisi lain, perusahaan memperoleh bunga obligasi pemerintah sebesar Rp40.000.000. Karena bunga obligasi ini merupakan objek PPh Final, maka penghasilan tersebut harus dikoreksi dengan kode FNE-01.

Hasilnya:

  • Laba komersial sebelum koreksi: Rp900.000.000
  • Ditambah koreksi positif (FPO-01): Rp20.000.000
  • Dikurangi koreksi negatif (FNE-01): Rp40.000.000
  • Laba fiskal setelah penyesuaian: Rp880.000.000

Contoh ini menunjukkan bagaimana satu transaksi dapat berdampak langsung pada perhitungan laba fiskal.

Strategi Agar Tidak Salah Mengisi Kode

Banyak perusahaan masih melakukan pengisian secara manual tanpa panduan yang jelas. Padahal, ada beberapa langkah sederhana yang bisa diterapkan untuk meminimalkan risiko kesalahan:

  1. Lakukan rekonsiliasi rutin antara laporan komersial dengan ketentuan perpajakan.
  2. Dokumentasikan setiap transaksi dengan bukti yang lengkap dan jelas.
  3. Gunakan perangkat lunak akuntansi yang mendukung integrasi dengan sistem perpajakan.
  4. Lakukan review internal sebelum laporan dilaporkan ke DJP.
  5. Libatkan tenaga ahli agar ada pihak ketiga yang memberikan perspektif profesional.

Menghadapi kompleksitas kode koreksi fiskal tidak selalu bisa ditangani sendiri oleh perusahaan, terutama bagi yang memiliki transaksi besar dan beragam. Di sinilah peran konsultan pajak menjadi sangat penting.

Memilih konsultan pajak Jogja dengan reputasi tinggi akan memberikan ketenangan, karena analisis koreksi fiskal oleh tim Trust Tax Consultant dilakukan secara mendalam dan akurat. Dengan demikian, perusahaan dapat fokus pada bisnis inti tanpa khawatir kesalahan administrasi.

Tips Praktis untuk Perusahaan

Untuk menutup pembahasan, berikut beberapa tips praktis yang bisa diterapkan agar pengisian SPT Tahunan Badan lebih lancar:

  • Buat daftar biaya dan pendapatan yang sering menimbulkan koreksi.
  • Latih tim akuntansi internal mengenai penggunaan kode koreksi.
  • Selalu ikuti perkembangan regulasi terbaru, misalnya PER-11/PJ/2025.
  • Pastikan ada prosedur pengecekan berlapis sebelum data diinput ke Coretax.
  • Pertimbangkan untuk melakukan uji simulasi sebelum pelaporan resmi.

Dengan langkah-langkah sederhana ini, perusahaan bisa meminimalisir risiko koreksi ganda, data yang salah, hingga sanksi administrasi.

Baca juga: Cara Hindari Kesalahan Pembetulan SPT PPN dengan Konsep Delta

Scroll to Top