
Dalam lanskap perpajakan modern yang semakin terintegrasi dengan teknologi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Republik Indonesia terus berinovasi untuk meningkatkan transparansi dan efektivitas proses penegakan hukum. Salah satu terobosan strategis yang diluncurkan adalah digitalisasi proses Bukti Permulaan Terbuka (Bukper Terbuka) melalui sistem Coretax. Transformasi ini bukan hanya menyederhanakan prosedur, namun juga memperkuat posisi wajib pajak untuk lebih aktif dan terinformasi dalam menghadapi pemeriksaan perpajakan.
Bagi wajib pajak, terutama pelaku usaha dan entitas bisnis, memahami secara menyeluruh bagaimana tahapan Bukper Terbuka berlangsung dalam sistem Coretax menjadi suatu kebutuhan. Terlebih lagi bagi mereka yang menggandeng jasa konsultan pajak, pemahaman ini dapat membantu pengambilan keputusan hukum dan administratif secara cermat. Artikel ini akan mengulas secara mendalam seluruh tahapan dan fitur dalam proses Bukper Terbuka melalui sistem Coretax, lengkap dengan ilustrasi kasus dan peran konsultan pajak yang relevan.
Pengertian Bukti Permulaan Terbuka
Bukti Permulaan Terbuka adalah tahap awal dari proses penegakan hukum pidana perpajakan yang dilakukan oleh DJP saat ditemukan indikasi awal adanya tindak pidana perpajakan. Berbeda dengan Bukper tertutup yang bersifat rahasia, Bukper terbuka dilakukan secara transparan dengan pemberitahuan resmi kepada wajib pajak melalui Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPEMB).
Tahapan ini memberi ruang bagi wajib pajak untuk bersikap kooperatif, menyampaikan klarifikasi, hingga melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebelum proses penyidikan dimulai. Jangka waktu pemeriksaan berlangsung selama 12 bulan dan dapat diperpanjang satu kali untuk durasi yang sama.
Digitalisasi Bukper Terbuka Melalui Coretax
Sebelum adanya sistem Coretax, proses Bukper masih dilakukan secara manual dan kerap memakan waktu serta sumber daya yang besar. Dengan Coretax, proses Bukper terbuka kini berlangsung secara digital, terdokumentasi, dan dapat dipantau langsung oleh wajib pajak melalui akun masing-masing.
1. Notifikasi Digital Pemeriksaan
Setiap dimulainya Bukper terbuka, sistem Coretax akan mengirimkan notifikasi resmi melalui fitur “Notifikasi Saya”. Status wajib pajak akan otomatis berubah menjadi “under law handling”. Hal ini mempermudah wajib pajak dalam mengetahui posisi hukum mereka secara real-time dan tanpa menunggu surat fisik.
2. Akses Dokumen Pemeriksaan
Semua dokumen penting yang berkaitan dengan proses Bukper dapat diakses melalui menu “My Documents” di akun Coretax. Ini termasuk:
- Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPEMB)
- Surat permintaan dokumen
- Laporan hasil pemeriksaan
- Surat penetapan
Akses digital ini memudahkan wajib pajak atau kuasa hukumnya dalam mengatur strategi klarifikasi, konsultasi, serta pengumpulan dokumen pembelaan.
3. Fitur Pengungkapan Ketidakbenaran
Salah satu fitur kunci dalam sistem Coretax adalah “Disclosure of Incorrectness”. Melalui fitur ini, wajib pajak yang merasa telah melakukan kesalahan dalam pelaporan pajaknya dapat melakukan pengakuan sebelum proses penyidikan dimulai. Hal ini menjadi jalan tengah yang menguntungkan kedua belah pihak karena proses hukum dapat dihentikan dan digantikan dengan penyelesaian administratif.
4. Kategori Status Pengungkapan
Untuk memantau pengajuan pengungkapan, sistem menyediakan tiga status:
- Not Submitted Disclosure: Draft pengungkapan belum dikirim
- Disclosure Waiting for Payment: Pengakuan telah dikirim, menunggu pembayaran
- Submitted Disclosure: Proses pengungkapan telah selesai dan tercatat resmi
5. Pembatasan Pembetulan SPT
Selama proses Bukper terbuka berlangsung, wajib pajak dilarang melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) atas jenis pajak dan masa yang sedang diperiksa. Ini berbeda dari proses Bukper tertutup yang masih memperbolehkan pembetulan.
Ilustrasi Kasus Pengungkapan Ketidakbenaran
Misalkan sebuah perusahaan di bidang logistik tidak melaporkan seluruh pendapatannya selama tahun pajak 2023. Dari hasil pemeriksaan Bukper, DJP menemukan adanya penghasilan tak dilaporkan sebesar Rp800.000.000.
Dengan tarif PPh Badan sebesar 22%, maka perhitungan adalah sebagai berikut:
- Pajak Kurang Bayar: 22% x Rp800.000.000 = Rp176.000.000
- Sanksi Administrasi (150%): 150% x Rp176.000.000 = Rp264.000.000
- Total Pembayaran: Rp440.000.000
Dengan memanfaatkan fitur pengungkapan secara sukarela melalui Coretax, perusahaan dapat menyelesaikan persoalan ini secara administratif dan menghindari proses pidana.
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Selama Bukper Terbuka
Digitalisasi melalui Coretax tetap menjamin sejumlah hak wajib pajak, di antaranya:
- Hak mendapatkan pemberitahuan resmi
- Hak mengakses dokumen pemeriksaan
- Hak memberikan klarifikasi
- Hak mengajukan pengungkapan ketidakbenaran
Namun demikian, wajib pajak juga memiliki kewajiban untuk:
- Bersikap kooperatif
- Memberikan dokumen dan data yang diminta
- Menghadiri klarifikasi jika diperlukan
Kegagalan dalam memenuhi kewajiban ini dapat berujung pada ditingkatkannya proses ke tahap penyidikan pidana perpajakan.
Peran Strategis Konsultan Pajak dalam Era Coretax
Menghadapi proses Bukper Terbuka melalui Coretax memerlukan pemahaman teknis serta strategi hukum dan administratif yang baik. Di sinilah peran konsultan pajak menjadi sangat penting. Konsultan dapat membantu menyusun respons terhadap dokumen pemeriksaan, menilai risiko hukum, hingga membantu proses pengungkapan kesalahan secara sistematis.
Sebagai contoh, Trust Tax Consultant (TTC) hadir untuk menjawab kebutuhan pelaku usaha akan layanan konsultasi perencanaan pajak Semarang dan sekitarnya yang profesional dan berbasis teknologi. Dengan tim ahli yang memahami sistem Coretax dan berpengalaman menangani kasus Bukper, TTC siap menjadi mitra strategis yang dapat diandalkan dalam memastikan kepatuhan sekaligus perlindungan hukum.
Menuju Sistem Penegakan Hukum Pajak yang Transparan
Transformasi sistem Bukper Terbuka melalui Coretax bukan sekadar perubahan prosedur, tetapi juga merupakan manifestasi dari arah kebijakan DJP menuju sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan akuntabel. Digitalisasi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga membuka ruang dialog antara wajib pajak dan otoritas pajak.
Dengan pemahaman yang baik, pemanfaatan fitur-fitur Coretax, serta pendampingan profesional dari konsultan pajak yang terpercaya, wajib pajak memiliki peluang untuk menyelesaikan permasalahan pajak dengan cara yang tepat dan menghindari konsekuensi hukum yang lebih berat.
Baca juga: Pengertian Hukum Pajak, Fungsi & Sejarahnya